HPK taruh disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta membuka pos pengaduan bagi para peminjam uang dari aplikasi financial technology (fintech) peer to peer lending atau pinjaman online yang merasa dirugikan. Pengacara publik LBH Jakarta, Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan dari temuan awal atas aduan yang dilakukan para korban, banyak yang mengaku dirugikan.
"Korban ada yang diancam akan dibunuh karena belum bisa melunasi pinjamannya. Ada pula yang melapor bahwa peminjam diminta menari telanjang agar pinjamannya bisa lunas," kata Jeanny kepada Tempo, Rabu, 7 November 2018.
Sejak pos pengaduan pinjaman online dibuka pada Ahad, 4 November 2018 kemarin, LBH Jakarta menerima sebanyak 300 aduan hingga Rabu siang, 7 November 2018. Namun, jumlah tersebut bisa berubah karena mempertimbangkan laporan yang belum dikelompokan (double). Selain itu, sejak Mei 2018 telah ada sebanyak 283 korban dari 10 aduan yang dilaporkan kepada LBH Jakarta.
Jeanny menjelaskan, ada pula korban yang melapor kepada LBH Jakarta bahwa diriya diancam akan dipecat dari pekerjaanya. Sebabnya, pihak fintech pinjaman online juga ikut menagih utang kepada atasannya.
Bahkan, lanjut Jeanny ada yang melakukan upaya untuk menjual ginjal untuk membayar pinjaman karena terlilit bunga dari pinjaman yang sangat besar. Adapula yang mencoba melakukan upaya bunuh diri karena juga terlilit bunga yang besar dari fintech pinjaman online.
Ke depan, kata Jeanny, LBH akan mendorong para pelaku untuk melaporkan pelanggaran tersebut kepada kepolisian. "Tentu saja itu salah satu goal kami, selain itu ingin sistem yang peraturan yang diperbaiki," kata dia.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, Tongam L Tobing mengatakan masyarakat yang merasa dirugikan oleh perusahaan pinjaman online bisa langsung melapor kepada polisi. OJK menduga fintech yang dilaporkan ke Lembaga Bantuan Hukum Jakarta belakangan ini adalah perusahaan ilegal.
"Kami menduga yang dilaporkan adalah fintech ilegal. Karena itu, kami mengharapkan kepada masyarakat yang dirugikan segera melapor ke polisi," kata Tongam kepada Tempo, Rabu, 7 November 2018.
Tongam mengatakan dirinya mendorong penegakan hukum terhadap para pelaku usaha kegiatan fintech pendanaan atau pinjaman ilegal tersebut. Tongam juga menghimbau masyarakat agar tidak melakukan kegiatan dengan fintech pinjam meminjam yang ilegal tersebut.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia atau AFPI, Sunu Widyatmoko menyatakan bahwa belum laporan yang diterima bahwa anggotanya, perusahan pinjaman online terlibat praktik penagihan yang melanggar hukum hak asasi manusia peminjam.
"Kami belum menerima komplain dari masyarakat mengenai anggota kami. Sampai saat ini tidak ada anggota yang teregistrasi di asosiasi melanggar," kata Sunu saat mengelar konferensi pers di Gedung 88 Office, Jakarta Selatan, Selasa, 6 November 2018.
Karena itu, Sunu menduga bahwa banyaknya pinjaman online yang dilaporkan kepada LBH Jakarta tersebut adalah ilegal dan tidak terdaftar di OJK. Sunu menyesalkan adanya fintech nakal yang diduga melanggar hukum dan melanggar hak asasi tersebut. Ia menilai asosiasi dan industri fintech bisa dirugikan dengan maraknya praktik fintech nakal yang diduga ilegal tersebut.
Sumber :