Suzana Dorotea, Sang Malaikat Kecil di Tengah Gempa Palu

HPK taruh disini

Palu, IDN Times – Tanggal 28 September 2018 tidak akan pernah bisa dilupakan oleh Bambang, fotografer senior Kementerian Pariwisata. Pada tanggal inilah ia menjadi korban bencana gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. Namun, ada satu sosok yang sangat berkesan bagi Bambang saat kejadian itu. Ia adalah Suzana Dorotea, sosok yang membantunya menghindari maut.

1. Diawali dengan gempa-gempa kecil

Bambang berada di Palu untuk mengabadikan momen Festival Nomoni 2018. Festival ini adalah bagian dari 100 Calendar of Event Kementerian Pariwisata.

“Tanggal 27 sore, aku dan Nana Sefriano (fotografer) berangkat menuju Palu. Tiba di Palu, kita langsung ke hotel "The Sya" tidur,” terang Bambang, Rabu (3/10).

Bambang melewati hari pertamanya di Palu praktis dengan beristirahat. Sebab, tidak ada kegiatan yang harus dilakukannya pada hari itu. Ia pun memilih menyiapkan kondisi badan untuk liputan Festival Nomoni, keesokan harinya.

“Tanggal 28 pagi, saya bersama Tim Liputan GenPI, meliput rumah adat. Lalu, lanjut Shalat Jumat. Setelah itu, kita makan siang dan kembali ke hotel. Sekitar pukul 14.00, saya merasakan gempa di kamar hotel. Tapi cukup pelan dan kita tidak panik. 10 menit kemudian gempa lagi,” terangnya.

Saat gempa ketiga, pria yang biasa disapa Ombeng itu memutuskan untuk turun ke lobi. Ia mengajak yang lain untuk segera turun karena waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB.

“Kita harus siap-siap ke venue tempat Festival Nomoni. Karena, takut semua jalanan ditutup,” paparnya.

Disebabkan saling menunggu, Bambang dan rombongan baru berangkat pukul 5 sore. Kekhawatirannya pun terbukti dengan beberapa jalan sudah diblokir. Mobil yang ia tumpangi pun tidak bisa berjalan lebih jauh lagi. Ia dan rekan-rekan kemudian turun di sekitar Tugu Gerhana Matahari dan berjalan menyusuri pantai menuju panggung utama.

2. Di tengah kepanikan, air laut mulai memasuki daratan

Mendekati tempat event, suasana mulai ramai. Terlihat banyak anak-anak yang berlatih menari di atas panggung. Ada juga anak-anak yang diajak orangtuannya bermain, menunggangi kuda, dan lain-lain. Para pedagang di sekitar pantai pun sudah menggelar rapi barang dagangannya.

Sebelum sampai di panggung utama, sambil menunggu rekannya, Nina, membetulkan kerudung, Bambang mengabadikan keindahan sunset.

“Saat aku memotret sunset, tiba-tiba bumi berguncang keras. Semua orang teriak gempa. Aku jatuh bangun, berusaha berdiri tapi tetap terpental. Sangat susah lari dan melangkah di pantai berpasir tebal, hingga sendalku hilang,” katanya.

Bambang masih mendengar teman-temannya memanggil agar ia cepat lari.

“Aku juga masih sempat melihat kuda disebelahku terpelanting. Dan aku melihat bumi seperti mengocok laut.  Semua panggung roboh seketika,” kisahnya.

Saat kakinya bisa keluar pasir, Bambang mencoba berlari. Namun, tetap saja ia harus jatuh bangun. Air laut pun sudah mulai meninggi, menyebrang jalan, dan mengejarnya.

“Aku jatuh bangun dalam air. Dan sempat berdiri di balik pohon bambu kecil. Lalu aku pindah di balik rumah dan berpegangan di pintu gerbang besi. Aku melihat air selain mengejarku dari kanan belakang, ternyata juga datang dari arah kiri. Tapi, aku tidak mampu lagi berlari. Aku hanya mampu berpegangan pagar sambil berteriak, ‘Ya Allah, Astaghfirullah al-'Adhim, Ya Allah, ampuni aku!" tuturnya.

3. Suzana Dorotea datang menyelamatkan

Tak lama, air sudah merendam setinggi dada. Tapi, air cepat surut hingga turun sebatas tumit atau sekitar 30 cm dari tanah. Saat itu Bambang sudah tertinggal jauh dari teman-temannya. Untuk keselamatan, Bambang pun berusaha mencari tempat tinggi.

Tidak jauh dari situ, ia melihat ada bangunan yang sedang dibongkar. Bambang pun berusaha naik ke puing-puing tangga. Namun, tangganya pun sudah hancur.

“Aku balik ke bagian depan bangunan. Karena, kulihat beberapa orang turun dari situ. Tapi ternyata aku tidak bisa naik. Karena, kakiku lemas. Dan, bangunan yang akan aku panjat, lantai atasnya sudah tak ada,” kenangnya.

Di tengah kebingungan, Bambang mendengar ibu-ibu meminta tolong karena terjepit pepohonan. Ia juga melihat ada ibu-ibu yang mengalami patah kaki. Saat sedang mencari arah, tiba-tiba Bambang mendengar ada yang memangilnya.

"Ombeng! Ombeng di mana?" kenangnya.

Ternyata yang memanggil itu adalah Suzana Dorotea atau Suzan, Ketua Harian Genpi Sulteng. Suzan nekat balik lagi mencari Bambang dan menuntunnya ke jalan raya yang sudah penuh sesak. Suzan mengatakan bahwa teman-teman yang lain ada di mobil Joshua, fotografer Palu yang ikut meliput Festival Nomoni.

“Tidak jauh dari pantai, memang ada mobil temanku Joshua. Tapi ternyata, teman-temanku sudah gak ada, entah kemana. Termasuk Joshua,” tuturnya.

4. Gempa terus mengguncang

Tak berselang lama, gempa kembali mengguncang. Sebelumnya Bambang sempat menitipkan tas kamera di bagasi mobil milik Joshua. Dalam tas itu terdapat kamera, 2 lensa, dan handphone yang sudah mati karena terendam air.

“Aku dituntun Suzan berjalan setengah lari karena aku sudah lemas. Sambil jalan, gempa tak kunjung berhenti. Saat itu, kulihat ada mobil pickup yang siap jalan mengungsi. Suzan kemudian minta tolong ikut menumpang dan diperbolehkan. Di atas mobil, ada beberapa orang yang terluka dan terlihat banyak darah di wajahnya,” papar Bambang.

Namun, sopir pickup ternyata tidak tahu harus menuju arah mana. Beruntung Suzan tahu jalur evakuasi ke tempat yang lebih tinggi. Sayangnya karena jalan dipenuh orang yang berlari dan kendaraan bermotor lainnya, Suzan dan Bambang tersendat.

Di tengah kemacetan, gempa kembali datang. Bambang dan Suzan memutuskan untuk turun karena khawatir gempa bisa membuat mobil terbalik. Mereka pun kembali berjalan kaki dengan Bambang tetap dituntun Suzan

“Untungnya Suzan membawa air untuk aku minum. Pada saat di perempatan, aku bilang ke Suzan bahwa aku gak sanggup lagi jalan. Aku mau duduk aja di trotoar. Suzan mencoba minta ke seorang pengendara motor untuk mengangkutku. Tapi ditolak karena pengendara motor itu sedang mencari istrinya,” katanya.

Beruntung saat itu ada mobil putih yang berhenti dan sang pengemudi menawarkan bantuan agar Suzan dan Bambang masuk ke mobilnya.

“Alhamdulillah kami bisa naik mobil. Ternyata pengemudinya adalah polisi dengan komandannya berada di bangku depan. Polisi itu juga baru saja lolos dari runtuhnya mall saat mengantri pengambilan nomor dada acara maraton,” Bambang mengisahkan.

5. Suzan dan Bambang berlindung di rumah dinas Kapolda Sulteng

Di perjalanan ada seorang wanita mengetuk kaca mobil. Wanita itu meminta ikut karena sudah tidak kuat berjalan. Ia juga mengatakan bahwa ia telah kehilangan suaminya.

Di perjalanan, Suzan berulang kali memberitahu kendaraan lain agar kembali ke arah jalur evakuasi. Sebab, banyak yang tak tahu jalur evakuasi dan justru mendekat arah pantai. Di sepanjang perjalanan ini Suzan dan Bambang melihat beberapa jalan aspal terbelah. Ada yang membumbung ke atas, dan ada pula yang runtuh ke bawah. Kerusakan parah ini pun cukup mengakibatkan kemacetan.

Akhirnya Suzan dan Bambang sampai di rumah dinas Kapolda Sulteng. Sebagian tembok pagarnya sudah runtuh dan bagian dalam rumahnya telah porak poranda. Di tempat inilah Bambang akhirnya bisa berganti baju. Ia pun dipinjamkan celana pendek dan sarung.

“Malam itu, aku diberikan makan. Walau, cuma masuk sedikit tapi lumayan terisi. Aku diberikan obat untuk luka-luka dikakiku,” katanya.

Bambang sempat mengajak Suzan untuk kembali ke hotel. Tapi Suzan menolaknya. Suzan lebih memilih ia sendiri yang kembali ke hotel. Suzan pun diantarkan oleh seorang Polisi dengan menggunakan motor untuk mencari tahu keberadaan atau setidaknya kabar dari teman-teman yang lain. Tak lama berselang, Suzan kembali dan mengabarkan bahwa hotel telah runtuh. Menurutnya, masih ada upaya evakuasi terhadap korban yang terjebak di dalam hotel.

“Saya bingung mau mengabarkan kondisi kepada keluarga dan teman-teman. Karena, handphone saya tertinggal di tas kamera yang terbawa di mobil teman. Jaringan telekomunikasi terputus. Listrikpun mati," kisah Bambang.

Beruntungya, di rumah Polda ada handphone yang terhubungan jaringan meskipun kurang stabil. Suzan langsung mengirim kabar bahwa mereka aman. Esoknya, Suzan dan Bambang mendapatkan kabar bahwa beberapa orang sudah ada di Bandara Mutiara Palu. Termasuk Nana Sefriano dan teman-teman GenPI.

6. Rombongan Kemenpar selamat dari maut

“Kami diantar mobil pickup pedagang matrial ke Bandara. Kami bertemu teman-teman dengan linangan air mata. Saat di Bandara, kami mendengar akan ada pesawat Hercules yang akan datang. Kita akan mencoba menumpang pesawat itu walaupun harus membayar,” katanya.

Tak lama, terdengar kabar bahwa para pejabat dan staf Kemenpar juga sedang menuju Bandara Mutiara Palu. Suzan dan Bambang pun diminta untuk berkumpul di dekat gerbang belakang bandara.

Di lokasi itu sudah ada Anang Antono, Staf Ahli Menteri Pariwisata yang direncanakan untuk hadir dalam acara Festival Nomoni beserta beberapa staf Kemenpar lainnya.

Saat itu rombongan Kemenpar mendapat jatah 10 orang untuk naik ke pesawat Hercules. Padahal rombongan Kemenpar berjumlah 16 orang. Selain itu, rombongan dari Kementerian lain pun mengajukan nama yang cukup banyak. Akhirnya terjadi sedikit keributan dalam antrian Hercules. Untuk mengatasinya, TNI AU memutuskan untuk mengutamakan wanita dan anak-anak terlebih dahulu.

“Tapi, akhirnya kita juga bisa naik ke Hercules. Alhamdulillah kami semua turun di Makassar walau hanya dengan pakaian yg menempel di badan, sendal jepit, dan sebotol air mineral,” katanya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengaku senang rombongan Kemenpar lolos dari maut.

“Alhamdulillah, seluruh tim selamat. Mudah-mudahan ada pelajaran yang bisa kita dapat. Dan teruslah mendukung pariwisata,” ajaknya.

Sumber :

close
==[ Klik disini 2X ] [ Close ]==